MUNASABAH DALAM AL-QURAN


MUNASABAH DALAM AL-QURAN

Disusun Oleh:

ACHMAD CHOIRUL UMAM

NIM: 18204021010

attuwungiyu@gmail.com

Baca Juga: METODE (PENDEKATAN) MEMAHAMI HADIS Normatif-Tektual, Historis-Kontekstual, Rejeksionis-Liberal dan Hermeneutika

LATAR BELAKANG

Al-quran al-karim adalah kitab yang teramat istimewa yang diwahyukan kepada baginda Rosul Muhammad shollallahu’alaihi wasallam. Kitab rujukan dan pegangan bagi semua ummat Nabi sampai akhir zaman, dan tidak akan musnah melainkan sebagai pertanda dekatnya hari kiamat.

Suatu kitab yang multidemensi dalam kajiannya, dalam hal ini metodologis kajian alquran terangkum dalam ilmu ulumil quran. Suatu ilmu yang membicarakan tentang asbab nuzul, tarikh nuzul quran, Makiah Madaniah,  muhkam mutasyabih, qiroah, munasabah dan sebagainya.

Dalam kesempatan ini kami pembahasan berkesampatan mengulas al-munâsabah, yakni Mengetahui ilmu tentang munasabah dalam Al-Qur’an adalah yaitu ilmu yang sangat penting, untuk memahami Al-Qur’an, pengetahuan tentang munasabah akan diketahui mutu dan kebalaghohan Al-Qur’an. Disamping itu munâsabah atau yang disebut korelasi antara ayat/surat dengan ayat/surat juga membantu dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan baik, cermat dan kaya dimensi. Sebab munasabah adalah ilmu yang sifatnya ‘aqliyah dan dhon.

Oleh sebab itu tidak sembarangan orang dapat mengkolerasikan ayat-ayat, akan tetapi berdasar ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu jika ayat itu ternyata berkolerasi. Seandainya ayat itu datang karena berbagai sebab, sedangkan disitu tidak ada kolerasi maka tidak diperkenankan agar berkolerasi, karena terkesan memaksaan kolerasi.

Diantara kitab-kitab yang menerangkan tentang al-munasabah: Pertama Al-burhan fi ulumil Quran karya imam azarkasi, berjumlah empat jilid, kedua Al-itqon fi ulumil quran karya imam suyuti, Mabahits fi Ulumil Quran karya Syekh Mana Kholil’Qathon, keempat Buhuts Fi Ulumil Quran karya Syekh Musa Ibrahim li Ibrahim, kelima Marasidul Matholi’ fi Tanasubil Maqhothi’i wal Matholi’ karya Syekh Jalaludin Asuyuthi, keenam Nadhm Duror fi Tanasub al-Suwar karya Syekh Burhanudin Abil Hasan, ketujuh al-Munasabah fi al-Quran al-Karim karya Syekh Mahmud Hasan Umar, dan kitab-kitab lainya.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian al-Munâsabah?

2.      Apa macam-macam al-Munâsabah dan urgensinya?

3.      Bagaimana alternatif pembelajaran bahasa Arab dengan al-Munâsabah?

C.     TUJUAN PEMBAHASAN

1.      Dapat mengetahui pengertian al-Munâsabah?

2.      Dapat mengetahui macam-macam al-Munâsabah dan urgensinya?

3.      Dapat mengetahui bagaimana alternatif pembelajaran bahasa Arab dengan al-Munâsabah?

A.    PENGERTIAN MUNASABAH

1.      Secara etimologi

Al-munâsabah [المناسبة] artinya al-musyâkalah [المشاكلة] dan al-muqârobah [المقاربة].[1] al-musyâkalah artinya menyamai, menyerupai, menyetujui.[2] al-muqârobah artinya mendekati.[3] Kata المناسبة mengikuti wazan المفاعلة, lam fi’il dibaca fathah, bisa jadi bentuk kata isim masdar mim, isim maf’ul, isim zaman dan makan. Berasal dari fi’il madli نَاسَبَ mengikuti wazan فَاعَلَ yang berfaidah lil musyarokah.[4] Kata نَاسَبَ berasal dari tsulasi mujarrod نَسَبَ يَنْسُبُ نَسَبًا وَنَسْبَةً artinya menyebutkan nasabnya (keturunannya).[5] Sehingga secara epistimologis kata Al-munâsabah artinya dua hal yang saling menyamai, menyerupai, menyetujui dan mendekati.

2.      Secara epistimologi

Menurut Imam Badruddin Muhammad bin ‘Abdillah Azzarkasyi (745 -794 H/1344-1392 M). Al-Munasabah adalah suatu ilmu yang mulia, diperoleh dengan akal, diterangkan berdasar perspektif qâil (orang yang berbicara) terhadap obyek yang dikatakanya.[6]

Menurut Imam Jalaludin Assuyuthi (849-911H / 1445-1505 M),[7] Al-munasabah adalah ilmu korelasi antara ayat-ayat yang bermakna umum ,husus, rasional, indrawi, imajinatif atau pandangan pikiran; sebab musabab, illah ma’lul, persamaan dan pertentangan dan semisalnya.[8]

Menurut Syekh Mana’ Kholil al-Qothon, Al-Munasabah adalah aspek korelasi antara kalimat dengan kalimat pada suatu ayat, ayat dengan ayat pada beberapa ayat, dan surat dengan surat.[9]

Dengan demikian secara istilah ilmu al-Munasabah adalah suatu ilmu yang mulia, membahas tentang suatu kolerasi yang objeknya suatu ayat, ayat dengan ayat, surat dengan surat yang diperoleh melalui akal, berupa makna husus, umum, rasionalis, indrawi, imajinatif, sabab musabab, persamaan, dan pertentangan sesuai perspektif orang yang mengkajinya.

B.     MACAM-MACAM MUNASABAH DAN URGENSINYA

1.      Macam-macam Munasabah

Syekh Mana’ Qothan dalam Kitab Mabahits Fi Ulumil Quran membagi Munasabah menjadi tiga macam: pertama munasabah kalimat dengan kalimat, kedua munasabah ayat dengan ayat, ketiga munasabah surat dengan surat.

Pertama, Munasabah kalimat dengan kalimat.

Karakteristik dalam Munasabah kalimat dengan kalimat ada kalanya sebagai penguat pada kalimat sebelumnya, sebagai penjelasan serta penafsiran terhadap ayat sebelumnya dan bentuk protes yang merendahkan terhadap obyek yang di maksud oleh ayat sebelumnya.

Kedua, munasabah ayat dengan ayat.

Dalam munasabah ayat dengan ayat ada kalanya menunjukkan perbandingan sifat-sifat orang-orang mukmin dengan orang-orang musyrikin, peringatan keras untuk orang-orang musyrik serta janji bagi orang-orang mukmin, menyebutkan ayat-ayat rohmat setelah ayat-ayat adzab, menyebutkan ayat-ayat yang menggembirakan setelah ayat-ayat yang menakutkan, menyebutkan ayat-ayat ketauhidan serta pensucian kepada Allah setelah ayat-ayat yang menjelaskan alam.

Ketiga, munasabah surat dengan surat.

Dalam munasabah ini terkait kolerasi antara surat-dan surat, baik awal surat dengan akhir surat, kolerasi awal surat dengan awal surat dll.

2.      Bentuk-Bentuk al-Munâsabah

al-Munâsabah dilihat dari sisi bentuknya ada 2 macam: pertama dhahiru al-irtibath (ظاهر الارتباط); korelasi yang nampak nyata dalam ayat tersebut. kedua khofiyyu al-irtibath (خفي الارتباط); korelasi yang tidak nampak nyata disebabkan adanya konteks (قرينة) dalam ayat tersebut.

pertama dhâhiru al-irtibath (ظاهر الارتباط).

Korelasi kalimat dengan kalimat sebelumnya atau ayat dengan ayat sebelumnya tampak nyata, ada kalanya ta'kîd (penegasan), tafsîr (penjelasan), i'tirâdh (bantahan), atau tasydîd (penekanan), al-badl (penggantian). Contoh:

Misalnya ayat 4 Surat Al-Mâ'ûn:

فويل للمصلين (سورة الماعون 107: 4)

Artinya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (Q. S. Al-Mâ'ûn 107:4)

Bagaimana mungkin orang-orang yang shalat akan celaka? Ayat tersebut baru bisa dipahami dengan benar apabila diteruskan dengan ayat-ayat selanjutnya:

الذين هم عن صلاتهم ساهون (5) الذين هم يراءون (6) ويمنعون الماعون (7) (سورة الماعون 107: 5-7)

Artinya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya (5) orang-orang yang berbuat riya (6) dan enggan (menolong dengan) barang berguna (7) (Q. S. Al-Mâ'ûn 107:5-7)

kedua khofiyyu al-irtibath (خفي الارتباط)

Korelasi kalimat dengan kalimat sebelumnya atau ayat dengan ayat sebelumnya tidak tampak nyata, sebab tidak adanya ketergantungan antara kalimat dengan kalimat sebelumnya atau ayat dengan ayat sebelumnya. Maksudnya  keterpaduan makna yang dimaksud pada kalimat pertama atau ayat pertama tidak saling tergantung. Karena tanpa di korelasikanpun kalimat atau ayat tersebut sudah memiliki makna yang sudah menunjukan makna yang memahamkan.

Oleh sebab itu munâsabah khofiyyu al-irtibath dapat diketahui setelah dikaji  dengan lebih mendalam. Adapun khofiyyu al-irtibath dibagi menjadi 2 (dua) macam: pertama irtibâth ma'thûfah; korelasi dengan tanda huruf athof. kedua irtibâth ghairu ma'thûfah; korelasi dengan tanpa tanda huruf athof.

pertama irtibâth ma'thûfah.

Korelasi Korelasi kalimat dengan kalimat sebelumnya atau ayat dengan ayat sebelumnya menggunakan huruf 'athaf. Ada kalanya  bertujuan; diantaranya adalah al-nadhîr (النظير): padanan dan al-syarîk (الشارك) : sekutu, dan al-madlâdlah (antonimi).

هو الذى خلق السماوات والأرض فى ستة أيام ثم استوى على العرش يعلم ما يلج فى الأرض وما يخرج منها وما ينزل من السماء وما يعرج فيها وهو معكم أين ما كنتم والله بما تعملون بصير. (سورة الحديد 57: 4).

Artinya: "Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Hadîd 57:4)

Korelasi dari Kata kerja يلج (masuk) dalam ayat di atas adalah bandingan atau nazhîr dari kata kerja يخرج (keluar). Begitu juga kata kerja ينزل (turun) adalah bandingan dari kata kerja يعرج (naik). Dengan demikian tampak adanya korelasi kata kerja yang berbanding makna dan obyeknya sama, serta ditandai denga huruf athof.

Kedua irtibâth ghairu ma'thûfah.

Korelasi kalimat dengan kalimat sebelumnya atau ayat dengan ayat sebelumnya tanpa menggunakan huruf 'athaf, melainkan berdasarkan konteks makna. Artinya berdasarkan petunjuk-petunjuk makna, diantaranya petunjuk makna al-tandhir (التنظير): pertimbangan, al-mudloddah (المضادّة) : antonimi, al-istithrâd (الاستطراد): penyimpangan, al-takhallus (التخلّص): pembebasan.

Contoh: al-tandhir (التنظير): pertimbangan; artinya suatu ayat dipertimbangkan dengan membandingkan dengan ayat lainya.

كما أخرجك ربك من بيتك بالحق وإن فريقا من المؤمنين لكارهون (سورة الأنفال 8: 5)

Artinya:"Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya." (Q.S. Al-Anfâl 8:5)

Pada ayat sebelumnya yakni Q.S. Al-Anfâl 8:4 menjelaskan tentang ghonimah (rampasan perang), sedang para sahabat pasca memenangi perang Badar, mereka berselisih pendapat tentang pembagian harta rampasan perang. Kemudian pembagian harta rampasan perang itu diserahkan kepada Rasulullah SAW sekalipun mereka tidak menyetujuinya. Lalu dijelaskan sifat-sifat orang beriman, pada ayat sebelumnya:

أولئك هم المؤمنون حقا لهم درجات عند ربهم ومغفرة ورزق كريم (سورة الأنفال 8: 4)

Artinya: "Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia." (Q.S. Al-Anfâl 8:4)

Mereka dituntut untuk patuh kepada Rasulullah SAW dalam pembagian harta rampasan perang, sebagaimana sebelumnya mereka diminta patuh untuk keluar menuju Badar. Pasti kepatuhan itu akan membawa kebaikan yang banyak buat mereka

Contoh: al-mudloddah (المضادّة) : antonimi; korelasi dapat diketahui dengan konteks makna antonimi pada suatu ayat.

إن الذين كفروا سوآء عليهم أأنذرتهم أم لم تنذرهم لا يؤمنون (سورة البقرة 2: 6)

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman." (Q.S. Al-Baqarah 2: 6)

Permulaan surat al-Baqarah disebutkan terlebih dahulu tanda-tanda orang beriman. Sedang pada ayat 6 tersebut membicarakan tentang sifat-sifat orang kafir yang mengingkari al-quran. Dengan demikian terdapat korelasi antara ayat sebelumnya dengan ayat 6 tersebut, dikarenakan adanya makna yang berbanding terbalik.

Contoh: al-istithrâd (الاستطراد): penyimpangan,

يا بنى آدم قد أنزلنا عليكم لباسا يواري سوآتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من أيات الله لعلهم يذكرون (سورة الأعراف 7: 26).

Artinya: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Q.S. Al-'Arâf 7: 26)

Ayat ini merupakan penjelasan lebih lanjut (istithrâd) dari ayat sebelumnya. Sebelumnya diceritakan bagaimana Adam dan Hawa setelah tergoda oleh syaithan terbuka aurat keduanya, lalu berusaha menutupinya dengan daun-daun surga. Dalam ayat 26 ini dijelaskan tiga fungsi pakaian yaitu untuk menutup aurat, untuk perhiasan, dan untuk menunjukkan ketaqwaan.

Contoh al-takhallus (التخلّص): perpindahan.

ولا تُخْزِنى يوم يبعثون (87)  

Artinya: (dan janganlah Engkau hinakan aku) janganlah Engkau jelek-jelekkan aku (pada hari mereka dibangkitkan) di hari semua manusia dibangkitkan. (As-Syu’aro 26: 87).

Ayat ini menceritakan tentang cerita nabi Ibrahim as. Bahwa ia berdoa kepada Allah, memohon agar supaya tidak direndahkan dihadapan Allah kelak hari kiamat, kemudian ayat berikutnya beralih tentang perihal keadaan hari kiamat:

يوم لا  ينفع مال ولابنون (الشعرى 26: 87)

Artinya: yang pada hari itu Allah berfirman (di hari ini harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna) bagi seorang pun (QS. asyu’aro’ 26: 88).

Ayat 26: 88 ini menceritakan keadaaan hari kiamat, yang asalnya menceritakan kehidupan di alam kubur, beralih mensifati keadaan hari kiamat.

3.      Urgensi

a.          sisi balâghah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-Qur'an utuh dan indah.

b.         Memahami dan mendalami maksud dan pesat dari ayat-ayat alquran.[10]

c.         Ilmu munâsabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat.

d.         Membantu seoarng mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-quran, sehingga dapat menjelaskan keutuhan makna ayat atau kelompok ayat, juga dapat menjelaskan antara keserasian antara kalimat dengan kalimat, ayat dengan ayat bahkan antara surat dan surat.[11]

C.     ALTERNATIF PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN MUNASABAH AL-QURAN

Ilmu al-munasabah pada intinya membahas tentang kolerasi suatu hal dengan hal lainya. Maka diantara alternatif pembelajaran dalam bahasa Arab kurang lebih sebagai berikut:

1.      Meningkatkan wawasan dalam kosakata bahasa Arab, sebab mau tidak mau harus membuka kamus. Maka dari itu dapat memberi tugas membuka berbagai literatur kamus.

2.      Memperkaya wawasan tafsir al-Quran, dari berbagai ulama’ tafsir. Dengan cara memberi tugas membaca literatur tafsir dengan batasan yang ditentukan, semisal tiga tafsir dengan ketentuan ayat-ayat pilihan.

3.      Meningkatkan logika bahwa capaian mahir dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat kolerasi yang sangat kuat, berawal dari pemula, lanjutan dan mahir. Langkah ini dapat dilakukan dengan meresum capaian-capaian antar tahap sebagai pola pikir serta konsep dalam mempelajari bahasa Arab.

4.      Penerapan ilmu munasabah dalam proses pembelajaran siswa dapat diterapkan dengan melatih siswa mengurai ayat ke ayat. Dengan demikian siswa dapat belajar bahasa arab sekaligus meningkatkan siswa untuk sering membaca al-Quran. Sebab mau tidak mau harus mengaitkan ayat ke ayat yang lain.

5.      Efek pembelajaran bahasa arab tidak hanya akan dirasakan oleh siswa, melainkan dirasakan oleh para pengajarnya. Keterkaitan ayat siswa selain dapat belajar mufrodat, ia akan mengenal dan mengetahui struktur bahasa arab. Sedangkan bahasa al-Quran adalah paling fasihnya bahasa arab.

6.      Pembelajaran bahasa arab dengan munasabah diterapkan untuk mengungkap makna sekaligus gramatikal bahasa arab. Dengan alas an munculnya ilmu gramatikal dan marfologi bahasa arab, berawal dari kesalahan putri dari sayyidina Umar tatkala membaca al-Quran. Maka dari itu munculah embrio gramatikal bahasa arab. Kemudian menjadi berkembang dan ditulis menjadi satu pedoman khusus yang dipakai oleh semua umat muslim pada zaman era masa kholifah sayyidina Ali. 

A.    KESIMPULAN

ilmu al-Munasabah adalah suatu ilmu yang mulia, membahas tentang suatu kolerasi yang objeknya suatu ayat, ayat dengan ayat, surat dengan surat yang diperoleh melalui akal, berupa makna husus, umum, rasionalis, indrawi, imajinatif, sabab musabab, persamaan, dan pertentangan sesuai perspektif orang yang mengkajinya.

Macam-macam obyeknya ilmu munasabah seputar kolerasi dalam ayat, ayat-dengan ayat dan surat dengan surat. Adapun dilihat dari corak atau bentuknya ada dua yaitu berkolerasi dengan dengan ditandai huruf athof yang disebut kolerasi dhohirul irtibath dan berkolerasi tanpa huruf athof yang disebut khofil irtibath, diukur melalui makna yang kembali kepada perspektif pengkaji.

B.     SARAN

Dalam makalah ini tentu sangat kurang mendalam, karena memang ditunjukkan untuk pengantar dalam hal ilmu munasabah. Maka dari itu peran pembaca sangat kami nantikan guna memperbaiki dan memperkaya wawasan, supaya makalah ini dalap lebih bermanfaat.

Daftar Pustaka

Kamus Al-Munawiir, Pustaka Progesif.

Kholil Qhothon, Mana’: Mabahits fi Ulumil Quran, Mansyurat al-‘ashri al-hadits.

Jalaludin Assuyuthi: al-Itqon fi Ulumil Quran, Darr Kutub Islamiyah.

Azzarkasi, Badrudin: al-Burhan Fi Ulumil Quran, Darr Kutub Islamiyah.

Ibrahim, Abdurrohman: Aunul Ma’bud fi syarhi Nadlm al-Maqsud, Maktabah Imam al-Wadi’i.

Nawawi al-Jawi, Muhammad: tanqihul Qoul al-Hatsitis fi Syarhi lubabi al-Hadits, Darr al-Kutub al-Islamiyyah.

Ilyas, Yumayar. (2014). Kuliah Ulumul Quran, Itqan Publishing Yogyakarta, Cet. III

Supriyanto, Jhon. (2013). Munasabah al-quran, studi korelatif antar surat bacaan sholat-sholat Nabi. Jurnal Intizar vol. 19 No. 1, 2013



[1] Al-itqon fi ulumil quran hal. 471

[2] Kamus al-munawwir hal. 735

[3] Kamus al-Munawwir hal. 1103.

[4] لِصَادِرٍ مِنِ امْرَأَيْنِ فَاعَلَا   وَقَدْ أَتَى لِغَيْرِهِ وَاقِعٍ جَلَا. المراد: وزن فَاعَلَ يدل على الإشتراك بين الإثنين فى الفعل، وهو أن يفعل أحدهما بصاحبه فعلا فيقابله الأخر بمثله. (عون المعبود فى شرح نظم المقصود، ص.55).

[5]

[6]  واعلم أن المناسبة علم شريف، تحرز به العقول، ويعرف به قدر القائل فيما يقول. (البرهان فى علوم القرأن للإمام بدر الدين محمد بن عبد الله الزركشى ج.1 ص. 35).

[7] Nama Aslinya Syekh Abdurrohman bin kamaluddin Abu Bakar bin Muhammad Sabiquddin Hadlor al-Khudloiri assuyuthi. Beliau mendapatkan julukan Ibnul Kutub. Karya beliau 600 buku. (Nawawi al-Jawi, Muhammad: tanqihul Qoul al-Hatsitis fi Syarhi lubabi al-Hadits, Darr al-Kutub al-Islamiyyah, Cet. 1 th. 2011 hal. 36).

[8]  ومرجعها فى الآيات ونحوها إلى معنى رابط بينها عام خاص عقلي أو حسي أو خيالي أو غير ذلك من أنواع العلاقات أو التلازم الذهنى كالسبب والمسبب والعلة والمعلول والنظرين والضدين ونحوه. (الإتقان فى علوم القرأن للسيوط ص. 471).

[9]  والمراد بالمناسبة هنا وجه الإرتباط بين الجملة والجملة فى الآيات الواحدة أو بين الآية والآية فى الآيات المتعددة أو بين السورة والسورة. (مباحث فى علوم القرأن للشيخ مناع خليل قطان، ص. 97).

[10] Supriyanto, Jhon. (2013). Munasabah al-quran, studi korelatif antar surat bacaan sholat-sholat Nabi. Jurnal Intizar vol. 19 No. 1, 2013: hal.56.

[11] Ilyas, Yumayar. (2014). Kuliah Ulumul Quran, Itqan Publishing Yogyakarta, Cet. III, Hal. 226.



0 Komentar